Oleh : Yanuari Dwi Prianto
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta (TQS al-Ankabut [29]: 2-3).
Dunia ini
sengaja di cipatakan oleh Allah dengan berbagai macam perhiasan untuk
menyeleksi dari sekian hambanya siapa yang paling baik amalnya (QS.
Al-Kahfi : 7). Sebagaimana Terjemahan Surat Al ankabut diatas, setiap
insane akan diuji oleh Allah dengan kebaikan dan keburukan (QS. Al
Anbiya: 35) dari Ujian ini Dia menghendaki akan adanya bukti dan
terseleksi hamba-hamba-Nya yang terbaik yang layak untuk mendapat
naunganNya di surga hingga bertemu denganNya, juga akan didapati
generasi lemah dengan keluh kesah yang menjadi bahan bakar , penghuni
neraka jahannam.
Dari ujian ini banyak sekali akan kita dapati
berbagai macam keluhan, ekspresi pewakil emosi, hingga luap curahan
hati. Banyak yang akan berkata lelah, merasa jengah; bosan merasa tak
tahan; putus asa hingga futur menyertai jiwa.
Boleh, dan sah-sah
saja tentunya jika terdapat keluhan dari rasa lelah yang tak
tertahankan, karena kita manusia. Dan setiap ironi diri, itu manusiawi.
Tetapi kawan, apakah kita tidak merasa bangga jika rasa lelah itu
berujung surga?
Saudaraku, di jalan dakwah ini, kita tidak akan
bisa mengelak dari kelelahan. Lisan kita akan lelah untuk menyuarakan
kebaikan; memberikan nasehat pemacu semangat; berdzikir dengan ucapan
khoir; bertegur sapa ucap salam pererat ukhuwah, persaudaran.
Mata kita akan begitu lelah di setiap pertiga malam
untuk berjaga, berdzikir menikmati gelap dan gemerlap gemintang di
langit kuasaNya. Tetap terjaga dalam bermunajat kepadaNya hingga fajar
terpendar; kala pagi mamantau sekeliling sekitar, mencari informasi
perkembangan peradaban di belantara jagad kehidupan; dan hingga siang,
sore, dan malam tetap kita gunakan lelah mata ini untuk bekerja dalam
kebaikan, bekerja untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Lelah,
akan begitu lelah tangan kita untuk senantiasa bertahan di posisi atas;
berbagi dengan masyarakat yang belum terentas. Lelah dalam mengupayakan
kehalalan nafkah agar hidup penuh barakah. Lelah dalam mengupayakan
kebangkitan lingkungan dari kemiskinan, berpartisipasi dalam menolong
korban bencana alam.
Otak dan pikiran kita akan kelelahan karena
terperas untuk berpikir keras. Mempelajari ilmu-ilmu kehidupan di setiap
bidangnya, politik, ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, adab dan
etika. Otak ini akan lelah dengan penuh hafalan-hafalan ayat-ayat dalam
kitabNya, kalimat-kalimat teladan berbagai perawi hadist rasulNya,
pengetahuan fiqih hingga luasnya tsaqofah bekal untuk hidup menuju alam
akhiratNya. Pikiran ini akan penuh lelah demi beradu argumen dalam
syuro’-syuro, membuahkan sebuah pemikiran untuk solusi
kehidupan.
Bahkan juga jiwa kita, akan
begitu lelah dalam menghadapi setiap hempasan cobaan. Bertubi masalah
dan musibah, lingkup pribadi hingga negeri. Jiwa ini akan lelah untuk
tetap tegar bertahan dalam setiap himpitan, permasalahan diri sendiri
belum usai, kita sudah harus dengan begitu kokoh seolah menjadi pahlawan
dan tokoh untuk menghadapi permasalahan dalam lingkup yang lebih
universal. Begitu pula jiwa ini akan lelah untuk terus menghamba, dengan
gigih melaksanakan segala perintah dan menjauhi laranganNya, yang
sepele hingga sekecil apapun.
Begitulah saudaraku, setiap bagian
dari unsur kehidupan tubuh kita akan merasakan sedemikian rupa sebuah
rasa yang bernama lelah. Tetapi tidak akan menjadi masalah jika setiap
kelelahan bagian tubuh ini kita manfaatkan sebagaimana fungsinya untuk
mengupayakan kesempurnaan tugas kekhalifaan yang kita emban, karena
setiap bagian tubuh itulah nanti yang akan menjadi saksi dihadapanNya(QS
Yasin :65, Fushshilat :20-21). Biarlah mereka berkata “Yaa Allah, yaa
Tuhanku. ketika di dunia si fulan ini telah membuatku lelah untuk
bekerja di jalan dakwah, telah membuatku lelah untuk mengabdi kepada
DzatMu yang suci, membuatku lelah bukan hanya untuk memperkaya amalan
dirinya sendiri tapi juga toleransi dengan penuh peduli membantu
sesamanya di bumi. Sungguh aku bersaksi yaa Allah pemilik nama yang
Rahman dan Rahim, ia adalah hamba yang penuh ketaatan, ia adalah hamba
yang penuh bakti dan kepasrahan padaMu, untuk menggapai ridhoMu, dan
mencapai posisi tertinggi di sisiMu. Maka masukkanlah ia di dalam
surgaMu yang penuh nikmat, terbentang sungai-sungai dibawahnya,
berdampingkan bidadari yang cantik jelita.”
Lelah.
Di titik inilah kebahagiaan membuncah. Pada puncak kelelahan inilah
kenikmatan benar-benar kita rasakan bak bunga merekah. Usapan lembut
ayat-ayat Qur’an, “Jika kamu mendapatkan luka, maka sesungguhnya
merekapun mendapatkan luka yang sama”, terasa masuk ke relung jiwa.
Sangat dalam, dan sangat berkesan. Sangat sejuk ungkapanNya sampai ke
dalam dasar samudera jiwa, “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar
mereka. Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun
menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu
mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Ketahuilah wahai
saudaraku, lelah bukan berarti kalan terlebih menyerah, karena bukan
hanya kita yang lelah. Jangan GR. Mereka, musuh-musuh kita juga lelah,
semua juga lelah. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan lelah.
Tetapi, apakah kelelahanmu di jalan kebenaran? Apakah lelahmu di jalan
Kenabian? Apakah lelahmu di jalan Tuhan Yang Penyayang? Jika lelahmu di
jalan Tuhan, masih adakah artinya menghitung jumlah lelah? Masih
perlukah mengeluhkan kelelahan ? Masih adakah keperluanmu membuat
perhitungan dengan kelelahan?
--------------------------------------------------------------------------
06.24 WIB
Masjid Nurur Rahman UTM
Sabtu, 5 November 2011
9 Dzulhijjah 1432 H
--------------------------------------------------------------------------
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar